"Bu,
Arina kerasukan lagi. Dari tadi dia nangis keras jerit-jerit." Suara Mbok
Minah yang terdengar dari gagang telepon mengagetkan Ranti.
"Hah?
Sejak kapan?" Tanya Ranti.
"Dari
tadi, Bu. Sekitar setengah jam yang lalu. Aduh… saya bingung, Bu. Saya gak tahu
harus gimana lagi. Setannya gak mau keluar keluar."
"Udah
panggil Pak Risman?"
"Eri
udah kerumahnya, Bu. Tapi Pak Risman lagi gak ada di rumah."
"Saya
segera pulang, Mbok." Ranti menyudahi percakapan.
Setelah
me-lock komputernya, Ranti segera berdiri dan merapikan tas. Semua pasang mata
yang ada di ruangan itu mengarah padanya. Ranti merasa tidak enak. Sejak Arina
anaknya sering kerasukan, Ranti sudah beberapa kali izin pulang atau izin
keluar sebentar. Rumah Ranti memang dekat dari kantor. Tapi tetap saja ada
waktu yang tersita untuk urusan pribadinya.
"Izin
lagi, Ran?" Tanya atasannya yang posisinya berada di kubikel di depan
Ranti duduk.
"Iya
Pak. Arina kerasukan lagi. Saya sebentar saja kok."
"Laporan
pelanggan yang…"
"Sembilan
puluh persen selesai Pak. Kalau tidak selesai sore ini, saya bersedia lembur
kok. Permisi, Pak!" Ranti memotong pertanyaan atasannya. Kemudian tanpa
mempedulikan izin atasannya, atau apakah masih ada yang ingin disampaikan oleh
atasannya, Ranti bergegas meninggalkan ruangan menuju lantai basemen, tempat
mobilnya diparkir.
*****
Sebuah
mobil sedan coklat keluaran tahun 2008 meraung memasuki halaman rumah yang
terletak di barisan depan komplek Perumahan Cikolong Indah. Sejenak setelah
mobil itu berhenti, sebuah wanita berumur 35-an keluar dari pintu kanan depan.
"Sudah telpon Haji Busthoni, mbok?" Tanya Ranti, wanita tersebut pada
seorang wanita paruh baya yang sedang mendorong pagar halaman rumah, menutupnya
hingga rapat.
"Sudah
Bu. Tapi Pak ustadz malah bilang gak sanggup."
"Aduh
gimana ini ya?" Ranti cemas bukan kepalang. Sekalipun kejadian ini bukan
sekali ini terjadi.
"Gimana
Bu, apa panggil Pak Peter, tetangga samping rumah?"
Ranti
menggaruk dagunya. Ragu.
"Pak
Peter sudah dua kali bilang sama saya, kalo dia bisa bantu menyembuhkan
Arina." Sambung Mbok Minah.
"Ya
sudah. Dia ada di rumah?"
"Mudah-mudahan
ada, Bu. Saya tengok dulu."
Kemudian
Mbok Minah membuka kembali pagar rumah yang baru saja ditutupnya, berjalan
beberapa langkah, dan sesaat kemudian terdengar pintu pagar rumah tetangga
diketuk.
Ranti
berjalan memasuki rumah. Di ruang tengah, ada Eri, kakaknya Arina sedang
menemani Arina yang tengah berteriak. Muka dan mata Arina terlihat merah. Dia
berbaring di lantai. Tangannya sebentar-sebentar mengepal lalu membuka lagi.
Sudah
tiga orang yang dimintai tolong untuk mengobati Arina, tapi semuanya gagal.
Saat pertama kali Arina kerasukan setelah pulang sekolah, Mbok Minah dengan
inisiatif sendiri menghubungi Pak Risman, satpam kompleks yang rumahnya di
balik tembok kompleks perumahan. Pak Risman orang yang ramah dan supel. Seluruh
penghuni perumahan Cikolong Indah mengenal Pak Risman. Selain itu, Pak Risman
pun dikenal taat beribadah.
Saat itu
Pak Risman dengan sigap menghampiri Arina. Dia membacakan beberapa ayat suci
Al-Qur’an yang dihafalnya. Ada perlawanan sengit dari setan yang ada di dalam
tubuh Arina. Tapi nampaknya setan itu lebih kuat. Bahkan rupanya ada lebih dari
satu makhluk halus yang menggerayangi tubuh Arina. Pada akhirnya, setan-setan
itu mau keluar setelah Ranti dan Mbok Minah terpaksa mengabuli permintaan
mereka: memotong ayam hitam. Mbok Minah harus belanja ke pasar mencari ayam
hitam untuk mengabulkan permintaan para setan.
Orang
kedua adalah Pak Dadi, teman Pak Risman. Seorang satpam juga, tapi bertugas di
kompleks perumahan lain. Pak Dadi diminta atas rekomendasi Pak Risman. Dua hari
setelah kerasukan, Arina kembali dikerjai oleh setan. Ketika Mbok Minah meminta
pertolongan Pak Risman, segera saja Pak Risman mengajak mbok Minah menemui Pak
Dadi. Dan beberapa saat kemudian Pak Dadi yang lulusan pesantren di Sukabumi
itu bertarung dengan sengit melawan para setan yang ada di tubuh Arina.
Berhasil.
Saat itu setan-setan berhasil pergi. Dan Pak Dadi selanjutnya menjadi andalan
keluarga Ibu Ranti untuk menghadapi setan-setan yang mengganggu Arina. Setiap
kali Arina kerasukan, Pak Dadi dimintai pertolongan. Sampai-sampai salah satu
setan yang masuk ketubuh Arina berkata, “Kamu orang yang alim, Dadi. Kamu orang
yang jujur, hafal Al-Qur’an. Kami susah menang melawan kamu.”
Celakanya,
setelah dipuji begitu, Pak Dadi dirasuki sifat sombong. Hingga akhirnya Pak
Dadi tak pernah lagi bisa mengusir setan yang merasuki tubuh Arina. Para setan
itu menjadi kebal dari bacaan Al-Qur’an Pak Dadi. Jalan keluarnya kalau sudah
begitu adalah mengikuti permintaan para setan yang aneh-aneh.
Orang
ketiga adalah Haji Busthomi. Beliau ‘orang pintar’. Dapat rekomendasi dari
teman kantor ibu Rina. Tapi sayang, pertarungan perdana Haji Busthomi
mengecewakan. Dia kalah telak. Tak mampu mengusir jin yang bersarang di tubuh
Arina.
Hingga
suatu hari Pak Peter menawarkan bantuannya pada mbok Minah. Pak Peter tahu ada
masalah di rumah Ibu Ranti dari pembantunya, Teh Yanti. Curhatan Mbok Minah
disampaikan oleh Teh Yanti kepada Pak Peter. Dan Pak Peter pun menawarkan
jasanya mengobati Arina.
Mulanya
tidak ditanggapi oleh ibu Ranti. Dia malu aibnya diketahui tetangga. Tapi pada
akhirnya, hari ini terpaksa ibu Ranti meminta pertolongan pada Pak Peter.
*****
Pak Peter
ada di rumah. Sesaat setelah berkunjung ke rumah tetangga, Mbok Minah mengawal
Pak Peter memasuki rumah Ranti. Melihat Pak Peter, Ranti menyapa, “Aduh Pak,
syukurlah bapak ada di rumah. Ini anak saya dari tadi gak sadar. Dia
meraung-raung gak jelas.”
“Ya… ya…
Bu.” Sahut Pak Peter.
“Kata
Mbok Minah, Pak Peter bisa mengobati Arina?”
“Ya bisa
Bu. Saya ada kenalan yang bisa mengobati Arina. Boleh pinjam teleponnya Bu,
untuk menghubungi kenalan saya?”
“Ya
silakan Pak.”
Pak Peter
menggapai gagang telepon rumah yang terletak di atas sebuah meja yang
ditempatkan berdempet dengan dinding rumah. Kemudian ia memencet beberapa
nomor. Setelah tersambung, Pak Peter terdengar berbicara serius dengan
seseorang di luar sana. Semenit kemudian Pak Peter menutup gagang telepon
menyudahi pembicaraan.
“Kira-kira
lima menit lagi teman saya datang, Bu. Ada tiga orang. Mereka dari…” Pak Peter
menyebutkan sebuah tempat ibadah.
“Oh, iya
Pak. Mudah-mudahan lancar perjalanannya.”
“Kita
berdoa saja Bu.”
Pak Peter
beragama berbeda dengan Ibu Ranti yang muslim. Pak Peter pun dikenal orang yang
taat dengan agamanya. Rutin ia mengunjungi tempat ibadah.
Setelah
lima menit lebih berlalu, datanglah tiga orang teman Pak Peter berpenampilan
seperti pemuka agama. Pak Peter menghampiri mereka dan kemudian terlibat
perbincangan. Lalu ketiga orang itu bersama Pak Peter menghampiri Arina yang
tergeletak. Mereka menempelkan tangannya di atas perut Arina, dan serempak
berkata, “Atas perlindungan Tuhan, wahai roh yang tidak berhak ada dalam tubuh
ini, keluarlah!!!”
Ajaib,
Arina segera sadar. Sesaat lalu Arina masih bengong melihat keadaan
sekelilingnya. Tubuh dan mukanya basah dibanjiri keringat. Mbok Minah segera
memberi minuman segelas air putih pada Arina.
*****
“Terima
kasih, bapak-bapak atas bantuannya. Saya tidak menyangka, cepat sekali Arina
sadar. Kalau tahu begitu, dari kemarin saya sudah mengontak bapak-bapak semua.”
Ujar Ranti menemani Pak Peter dan kawan-kawannya yang hendak pamitan.
“Atas
izin Tuhan, Bu. Sepertinya Arina belum sembuh betul. Setan-setan itu
kemungkinan besar kembali. Tapi kalau itu terjadi lagi, lekas kontak kami ya.”
Ujar salah seorang dari mereka.
“Baik
Pak.” Ibu Ranti tersenyum.
“Baiklah,
kami pamit dulu.”
“Ya Pak.
Terima kasih banyak. Hati-hati di jalan.”
*****
Di tengah
ruangan itu ada sebuah boneka jelangkung bertopi jerami berdiri dengan di
tangannya diselipkan sebuah kapur. Mepet ke dinding di salah satu sisi ruangan,
ada papan tulis berukuran satu kali setengah meter.
Boneka
jelangkung itu pernah menjadi alat komunikasi. Tapi itu dulu. Kini sejak ada
komputer dengan spesifikasi yang agak tinggi yang diparkir di salah satu sudut
ruangan, boneka itu tak lagi terpakai. Komputer itu menggantikan peran boneka
jelangkung.
Di depan
layar komputer, ada Pak Peter yang sedang serius mengetik. Dia didampingi oleh
tiga orang temannya yang baru saja menolong Arina dari kesurupan setan.
“Terima
kasih mbah Narjo. Misi kita kali ini sukses.” Begitu yang terpampang di layar,
hasil ketikan pak Peter.
Kemudian
ajaib, ada tulisan muncul sendiri di layar monitor tanpa diketik oleh Pak
Peter, atau pun salah seorang dari temannya. Dan komputer itu pun tidak
terhubung dengan internet atau jaringan mana pun. Tulisan itu hadir sendiri.
“Ya bagus. Akhirnya misi kita berhasil. Saya sempat takut si Ranti menghubungi
lagi si Dadi. Kekuatan Dadi sudah pulih. Dia tak lagi terlihat keras kepala.
Bahaya kalau dia yang melawan kita, bisa-bisa kita para setan terbakar lagi.”
“Ya Mbah
Narjo, saya berhasil meyakini Mbok Minah.” Ketik Pak Peter. “Masih ada beberapa
tahap lagi, Mbah. Ingat, misi kita adalah mengubah agama keluarga Ibu Ranti
mengikuti agama kita.”
“Siap!
Dua hari lagi saya akan menyerang Arina kembali. Kawan-kawan siap?” Sebuah
tulisan secara ghaib muncul.
“Siap
Mbah.”
Posting Komentar