Oleh : Fajar C. Qoharuddien
Kehadiran
seorang anak dalam keluarga adalah hal yang pasti ditunggu-tunggu kehadirannya oleh setiap orang tua.
Anak adalah pelanjut generasi yang akan meneruskan cita-cita orang tuanya. Maka,
setiap orang tua
muslim pasti berharap agar anak-anak mereka tumbuh menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, serta berguna bagi agamanya.
muslim pasti berharap agar anak-anak mereka tumbuh menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, serta berguna bagi agamanya.
Untuk
mewujudkan harapan tersebut, tentunya setiap orang tua harus mempersiapkan masa
depan yang baik sejak dini. Dalam hal ini, Rasulullah saw sebagai teladan umat
sepanjang masa telah mengajarkan sunnah-sunnahnya terkait kelahiran anak.
Dengan meneladani setiap sunnah tersebut, diharapkan barokah Allah selalu
mengiringi proses tumbuh kembang anak. Jika barokah Allah
terus mengalir, maka tidak akan ada hal lain yang akan datang kecuali kebaikan
(hasanah).
Tulisan
kecil ini mencoba mengetengahkan beberapa sunnah Rasulullah saw dalam menyambut
kelahiran bayi. Semoga, terlepas dari segala kekurangannya, dapat memberi
wawasan dan manfaat bagi kita semua. Amiin ya rabbal ‘alamin....
Tahnik
Dalam
hadist shahihain disebutkan bahwa Abu Musa ra berkata :
“(Suatu saat) aku memiliki anak yang baru lahir,
kemudian aku mendatangi Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau
memberi nama padanya Ibrahim dan beliau mentahnik dengan sebutir kurma.”
Tahnik dilakukan dengan cara orang
tua terlebih dahulu mengunyah kurma hingga lembut, lalu mengambilnya dengan
jari dan melolohkannya ke mulut bayi dan menggosok-gosokkannya ke kanan ke kiri
hingga merata. Hikmah dari tahnik adalah adalah
untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut, lidah, tenggorokan dan dua tulang rahang
bawah, sehingga anak siap untuk menghisap air susu ibunya dengan kuat dan
alami.
Dalam
sudut pandang medis, tahnik merupakan imunisasi alami. Ketika
dikunyah oleh orang tuanya, maka kurma akan bercampur dengan air liur yang padanya terdapat kandungan
kuman. Ketika ditahnikkan ke bayi, maka mekanisme alami dalam tubuh bayi akan
mengenali kuman-kuman tersebut dan kemudian membentuk antibodi yang bermanfaat
di kemudian hari.
Mengumandangkan adzan dan Iqomat (khilafiyah)
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud bahwa Ubaidaillah bin Abi Rafi’ berkata :
“Aku melihat Rasulullah saw mengumandangkan Adzan di
telinga Husain ketika Fatimah melahirkannya. (Yakni) dengan Adzan shalat.”
Terdapat
juga beberapa hadist lain yang serupa, namun para ulama berbeda pendapat
dalam hal derajat hadist-hadist tersebut. Ada yang berpendapat bahwa
hadist-hadist tersebut dhaif (lemah),
namun ada pula yang mengatakan hasan
shahih. Karena itulah terdapat perbedaan dalam hal adzan di telinga bayi.
Sebagian ulama mengatakan bahwa mengumandangkan adzan dan
iqamat di
telinga bayi adalah bid’ah, karena lemahnya hadist tersebut
dalam pendapat mereka. Adapun para ulama yang membolehkan atau menganjurkan
adzan dan iqamat di telinga bayi menyebutkan bahwa di antara hikmah adzan dan
iqamat di telinga bayi adalah membiasakan bayi sejak kelahirannya mendengarkan
hal-hal yang baik.
Mencukur Rambut
Dalam hadist
riwayat Tirmidzi, disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda
:
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan
aqiqah pada hari ketujuh, lalu
rambutnya dicukur, dan diberi nama.”
Rasulullah saw
menganjurkan untuk memotong rambut bayi. Dari sisi kesehatan, hal ini akan
bagus bagi kesehatan dan pertumbuhan rambut bayi nantinya. Disunnahkan juga
untuk bersedekah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Baihaqi menyebutkan bahwa
Fatimah r.a. diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk menimbang rambut Hasan dan
Husain yang dicukur dan bersedekah dengan perak seberat rambut tadi. Memotong
rambut dianjurkan sampai habis atau menggundulinya. Namun, boleh juga memotong
sebagian saja, di antaranya karena untuk memotong rambut bayi dibutuhkan
keahlian khusus sehingga jika dipotong secara keseluruhan oleh sembarang orang
justru membahayakan bayi. Jika yang
dipotong hanya sebagian rambut, maka sedekah dikeluarkan sebesar perkiraan
keseluruhan rambut yang ada pada kepala bayi, bukan hanya yang dipotong saja.
Memberi Nama yang Baik
Sunnah selanjutnya sebagaimana
disebutkan pada hadist di atas adalah memberi nama. Nama adalah identitas
anak, dan sekaligus merupakan doa serta
harapan orang
tua atas anak. Oleh karena itu, sudah
seharusnya nama yang diberikan bagi anak adalah nama yang baik. Di
antara nama-nama yang baik adalah Abdullah dan Abdurrahman yang merupakan nama
yang paling disukai oleh Allah. Rasulullah saw menganjurkan nama Al-Harist dan
Hammam. Rasulullah juga memberi nama cucunya dengan nama Hasan dan Husain.
Nama-nama baik lain bisa juga diambil dari nama-nama nabi, sahabat, dan
orang-orang shalih. Nama yang
baik tidaklah harus berbahasa arab, tetapi yang penting adalah mengandung makna
yang baik. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama orang yang sudah dikenal
sebagai tokoh kafir.
Menyembelih
Aqiqah
Anak, sebagaimana disebut pada
hadist Tirmidzi di depan, statusnya adalah tergadai. Untuk menebus gadaian
tersebut, maka dilakukan penyembelihan aqiqah. Hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah. Ketentuan-ketentuan
seputar pelaksanaan aqiqah adalah sebagai berikut :
- Penyembelihan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh sejak kelahiran bayi. Jika tidak mampu pada hari ketujuh, maka boleh dilaksanakan pada hari keempat belas, dua puluh satu dan seterusnya. Namun jika memang tidak mampu, maka tidak apa-apa jika tidak melaksanakan karena hukumnya adalah sunnah.
- Aqiqah untuk bayi perempuan adalah satu ekor kambing, sedangkan untuk bayi laki-laki adalah dua ekor kambing yang sejenis dan sama kualitasnya. Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.”
- Lebih utama jika kambing yang digunakan pada pelaksanaan aqiqah adalah kambing yang memenuhi kriteria untuk qurban, yaitu mencapai umur tertentu (minimal setengah tahun untuk jenis domba atau satu tahun untuk jenis kambing jawa), tidak cacat, tidak buta, sehat, dan tanduknya lengkap. Namun, para ulama sepakat bahwa jika hanya mampu melaksanakan aqiqah dengan kambing yang tidak memenuhi kriteria kambing untuk qurban, maka aqiqah tersebut tetap sah.
- Daging sembelihan aqiqah dibagi-bagikan kepada kerabat, tetangga, faqir miskin, dan masyarakat. Namun demikian, orang tua yang melaksanakan aqiqah dan keluarganya boleh ikut makan daging tersebut. Akan lebih utama jika daging dibagikan dalam keadaan sudah dimasak sehingga orang-orang yang menerima tidak repot lagi untuk memasaknya dan menambah kebaikan serta syukur. Pun demikian, tidak menjadi soal jika daging dibagikan dalam keadaan mentah.
Tulisan ini dibuat untuk menyambut kelahiran putera pertama kami
HASAN FAJAR QOHARUDDIEN
Boyolali, 8 Desember 2011/13 Muharram 1433
"Semoga menjadi anak yang shalih, senantiasa diiringi dan menebarkan kebaikan, serta tumbuh menjadi pejuang perkasa untuk agama"
(Fajar Cahyanto-Sri Wulandari)
Posting Komentar